KARANGETANG

KARANGETANG
Gunung Api Aktif di Pulau Siau

Senin, 08 Februari 2010

POLITIK DI SITARO


Cara berpolitik di Sitaro tergolong unik. Sejak dulu kala masyarakat telah mengenal dua partai besar yaitu PDI (kini menjadi PDI Perjuangan) dan Golkar (kini menjadi Partai Golongan Karya). Konstituen kedua parpol besar itu sangat fanatik. Dalam kampanye mereka saling menuding satu dengan yang lain. Selalu saja suhu politik menegangkan.

Bilamana massa berkumpul di lapangan, maka yang sering dilakukan adalah pertukaran baju politik. Salah satu pengurus atau pengikut dari partai lain menyatakan niat dan tekadnya hendak pindah pilihan politik melalui deklarasi dirinya secara terbuka. Demikian juga kalau massa sedang melakukan road show. Mobil-mobil yang biasa digunakan dipenuhi dengan massa bukan saja mereka yang memiliki hak pilih. Anak-anak kecil bahkan adakalanya yang masih bayi, sering kali dikutsertakan dalam kegiatan kampanye oleh orang tuanya.

Ruang untuk kampanye terbuka sangat kecil. Di pulau Siau hanya terdapat tiga tempat yang cukup memadai dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan kampanye terbuka. Tempat itu adalah lapangan sepak bola di Akesimbeka-Ulu, lapangan sepak bola - Batahi di Ondong dan lapangan yang ukurannya sedang di Sawang.

Jika sudah berbeda pilihan politik, umumnya nilai-nilai kekeluargaan yang hidup dalam masyarakat dan terpelihara secara turun temurun bisa hilang sekaligus. Gengsi politik masyarakat Siau lebih penting dari nilai-nilai itu. Saya kadang-kadang berpikir, mereka sudah menganggap bahwa parpol adalah agama.

Lebih unik lagi, hubungan konflik sebagai dampak dari perubahan perilaku politik itu berlangsung cukup lama. Setelah itu mereka melakukan akomodasi politik. Dimana? Ada beberapa lembaga sosial yang sering dijadikan sebagai wahana untuk mengakomodasikan berbagai pihak dalam perbedaan kepentingan dan pandangan politik. Lembaga tersebut adalah hajatan pernikahan atau kematian dari sanak keluarga. Di sinilah mereka bertemu dan saling memaafkan satu dengan yang lain. Dibandingkan dengan pertemuan rutin semacam pertemuan dalam gedung-gedung gereja, dalam organisasi kerohanian selain gereja dan organisasi massa lainnya tidak menjadi perekat yang kuat bagi kohesitas solidaritas sosial masyarakat Siau.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar