KARANGETANG

KARANGETANG
Gunung Api Aktif di Pulau Siau

Rabu, 18 Agustus 2010

KANTOR EKSEKUTIF

Kantor bupati Sitaro ini terletak di ibukota kabupaten kepulauan Sitaro yaitu di Ondong, Kecamatan Siau Barat.









 

Senin, 16 Agustus 2010

KMP. Lokongbanua


Bencana Alam Lahar Dingin




Lahar dingin pada gambar di atas terjadi pada Agustus 2010 dan menelan korban jiwa dan harta.

Minggu, 13 Juni 2010

Perempuan Pesisir

Saudari-saudariku perempuan di seluruh Indonesia,
Negara kita memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang ke-2 setelah kanada). Wilayah perairan Indonesia adalah 75,3% dari total wilayah NKRI (9,8juta Km2). Laut Indonesia memiliki sekitar 8.500 spesies ikan, 555 jenis rumput laut dan 950 jenis terumbu karang. Kemiskinan dan keterbelakangan lekat dengan keluarga nelayan yang bergelut dengan kekayaan laut (70% nelayan Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan) 82% nelayan berpendidikan sekolah dasar kebawah sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi laut secara optimal & pengolahan ikan menjadi terbatas (segar & kering). Sarana & prasarana tidak memadai (kapal kecil & teknologi rendah, BBM susah, fasilitas pendingin minim, lembaga pembiayaan tidak mendukung, dll).

Pembangunan membutuhkan tenaga dan fikiran perempuan dan laki-laki. Pemberian kesempatan yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki sebagai pelaksana pembangunan berarti Inefisiensi. Demikian juga pemberian kesempatan yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki dalam menikmati hasil pembangunan berarti melanggar HAM. Fakta menunjukan bahwa perempuan kurang dapat berpartisipasi dan menikmati akses/fasilitas: Pendidikan, Kesehatan; Pekerjaan; Upah yang sama untuk jenis pekerjaan yang sama; Akses ke kredit; Kesempatan mewakili Daerah di forum nasional/nasional di forum internasional; dsb.

Rendahnya angka HDI Indonesia (Index Pembangunan Manusia Indonesia thn 2002 urutan 112 dari 175 negara or terburuk di ASEAN) disebabkan oleh rendahya kualitas hidup perempuan Indonesia yang notabene jumlahnya lebih dari 50% Penduduk Indonesia. Mengingat besarnya jumlah perempuan Indonesia dan rendahnya kualitas hidup perempuan, maka peningkatan HDI (Human Development Index) Indonesia hanya bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas SDM-nya.

Perempuan yang belum melek huruf sebanyak 14,06% (di desa 19,20% sementara pria 9,63%). Perempuan yang berhasil menyelesaikan pendidikan SLTP keatas 36,9% sementara pria sebanyak 46%. Perempuan yang menikmati pendidikan tinggi 3,06% sementara pria 4,17%. (Susenas, 2000). Angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas tinggi yaitu 307/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian Balita sebesar 46/1000 kelahiran hidup. Rendahnya kualitas hidup perempuan dibidang kesehatan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perilaku masyarakat termasuk perempuan sendiri, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Sementara perilaku masyarakat dipengaruhi oleh pengetahuan, pendidikan, pelatihan, akses terhadap informasi, sarana, dukungan sosial, dsb.

Banyaknya perempuan Indonesia yang bekerja sebagai TKW (pembantu rumah tangga), prostitusi dan trafficking menunjukan permasalahan perempuan dibidang ekonomi tidak terlepas dari kemiskinan. Perempuan dari keluarga miskin sulit berfikir jernih dan terbuka dalam menatap kedepan. Penerapan teknologi Pertanian dan adanya industrialisasi menyebabkan perempuan terlempar dari pekerjaan pertanian, beralih menjadi buruh pabrik atau berusaha pada skala mikro. Krisis keuangan berakibat pada banyaknya buruh di-PHK. Perempuan rentan terhadap PHK. Di perkotaan perempuan ini banyak yang bergelut di sektor informal (PKL). Permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha mikro umumnya berkaitan dengan: modal, kualitas produk dan pasar. Khusus untuk PKL, mereka juga dihadapkan oleh masalah keamanan berusaha.

Tantangan Intern (dari dalam diri perempuan) adalah 1. Sulit saving pendapatan, untuk menambah tingkat pendidikan dirinya atau anak perempuannya, 2. Merasa cukup dengan “bekal” yang dimilikinya dan enggan meningkatkan pendidikannya, sehingga menyebabkan rendahnya kreativitas, 3. Sulit meningkatkan Rasa Percaya diri, dan 4. Sulit merubah Attitude (cara berfikir, merasa dan bertingkahlaku). Sedangkan Tantangan Ekstern (dari luar diri Perempuan) antara lain: 1) Adanya pandangan bahwa pelaksana pembangunan adalah pria sementara fungsi perempuan hanya dibatasi pada “sumur, dapur dan kasur”. 2) Pandangan “miring” terhadap perempuan berstatus Janda (terlebih pada janda yang masih muda, cantik dan ramah), 3.“Women Vs Women” yaitu perempuan tidak rela bila “bos” dan/atau “bawahan” suaminya, perempuan sadar/tidak sadar hal ini akan membatasi akses perempuan pada dunia kerja sehingga perempuan sulit mendapatkan lapangan kerja, dan 4. Terbatasnya sarana/prasarana; keamanan lingkungan perempuan sulit/tidak berani keluar rumah untuk bekerja.

Jumlah perempuan lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia. Jika jumlah yang besar tersebut tidak dioptimalkan fungsi dan perannya, niscaya hanya akan menjadi beban pembangunan. Agar fungsi dan peran perempuan (terutama pesisir) dalam pembangunan Indonesia bisa optimal, maka kualitas SDM perempuan harus ditingkatkan. Peningkatan SDM tidak harus menunggu program pemerintah, kita semua (individu/ organisasi terlebih organisasi perempuan) berkewajiban meningkatkan SDM Perempuan Indonesia. Peningkatan pendidikan tidak harus formal, tapi juga bisa secara non formal maupun informal. Kalau perempuan dan organisasi perempuan Indonesia bersatu, bahu membahu berjuang meningkatkan SDM perempuan (yang juga berarti SDM Indonesia) tanpa diwarnai “kecurigaan” dan ketakutan antar perempuan niscaya negara kita akan segera sejahtera. Semoga perempuan Indonesia makin berjaya.

Perempuan di Perbatasan Indonesia - Philipina (Foto: Ronny Buol, 2010)

Perempuan Nelayan di Pulau Makalehi (daerah terluar) di Kabupaten Siau Tagulandang Biaro. Photo: Welmy, 2010

Peranan Para Gundeng

Saudara-saudariku sebangsa SaTaS, Gunde adalah tarian asli dari masyarakat SaTaS yang ditemukan sejak masa kedatuan zaman dulu sekitar abad ke 15. Gunde berasal dari kata "gundeng" yang berarti pelayan istana. Pekerjaan para gundeng masa itu, antara lain mencatat berbagai keperluan datu (raja) dan keluarganya di dalam ...kedatuan. Selain itu juga mencatat berbagai hal terkait dengan fungsi penyelenggaraan kekuasaan datu. Dalam menjalankan fungsi kedatuan, datu dibantu oleh "Komolang Bobatung Datu", yaitu mereka yang bertugas untuk memberikan nasehat terkait penyelenggaraan pemerintahan kepada datu sehingga pemerintahan dapat berjalan efektif sesuai dengan kebutuhan dan kehendak bala rakyat.

Demikian penting peranan para gundeng dalam menegakkan kebijakan datu sekaligus menjamin keamanan lingkungan internal kedatuan. Para gundeng tidak diposisikan sebagai budak, melainkan pelayan datu yang bertanggungjawab, mereka mendapatkan perlakuan istimewa dari bala rakyat, bahkan dikategorikan sebagai kelompok terhormat dalam struktur dan tatanan nilai kedatuan. Mereka tidak berani mengambil harta kekayaan kedatuan karena loyalitas mereka pada nilai-nilai bersama, bukan sekedar kepatuhan pada datu. Datu pun demikian, ia tidak mengumpulkan harta kekayaan untuk kepentingan memperkaya diri meskipun hal itu memungkinkan dia untuk melakukan dengan otoritas yang dimilikinya. Sebaliknya seperti yang pernah dilakukan datu Lemuel David, memerintahkan rakyat untuk menanam pala di seantero wilayah kedatuan menjadi milik rakyat.

Peranan gundeng masa lalu itu relevan dengan peranan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam era otda dewasa ini. Demikian juga kearifan dan kebijaksanaan datu waktu itu sangat relevan dengan posisi bupati dan wakilnya saat ini. Mereka bekerja mengurus segala keperluan daerah (baca: rakyat). Realitas yang terjadi dewasa ini justru mengalami distorsi peran sehingga rakyat mulai bangkit untuk melakukan perlawanan. Resistensi mulai terjadi di beberapa kelas sosial yang berpotensi terjadinya chaos dalam sistem pemerintahan baik internal (sesama PNS dalam satu instansi) maupun eksternal (inter dan antar instansi) serta mempengaruhi stabilitas tatanan kehidupan bersama di Sitaro. Pejabat membeli hak milik masyarakat dari hasil gajinya selaku pejabat negara, pejabat yang lain melakukan korupsi, pejabat yang lain lagi sibuk memindah-mindahkan staf dari satu tempat ke tempat lain tanpa alasan yang jelas, proyek-proyek batal ditenderkan, proyek-proyek yang ditenderkan tidak mempunyai output yang terukur dan hanya menghasilkan monumen-monumen yang mubazir, arah pembangunan tidak memiliki konsep strategis. Para gundeng yang direkrut saat ini justru banyak yang bukan putra daerah sehingga mereka bebas menari-nari di atas penderitaan rakyat Sitaro setelah mereka dinyatakan lulus dari tes CPNS.

Komponen pemerintahan lain yaitu DPRD, belum sedikitpun mencerminkan ciri-ciri seperti yang diperankan oleh KBD (Komolang Bobatung Datu), karena sebagian besar belum memahami peranannya dalam fungsi legislasi. Untuk maksud menemukan peranan itu mereka lebih banyak keluar daerah untuk mengikuti berbagai "pelatihan ketangkasan" agar bisa menjadi kompeten sepanjang lima tahun masa jabatan mereka dan pada lima tahun berikutnya mereka hampir pasti tidak terpilih lagi.

Oleh karena itu saudara-saudaraku, marilah kita belajar pada tatanan nilai yang pernah kita cetak sebagai sebuah bangsa yang sangat bermartabat di masa lampau. Seharusnya kita berkembang kearah progres yang lebih baik dari masa lalu. Pergerakan hendaknya dibangun di atas nilai-nilai bersama. Kita adalah bangsa yang kuat nilai persatuan dan kesatuannya. Mengapa hari ini seakan-akan kita sudah lupa pada filosofi yang pernah digagas oleh pendahulu-pendahulu kita, yaitu: Taumatang Siau Kere Kiasong Tahiti, Maning Tontongang Mang Mu Tumbiki, dimana maknanya adalah orang-orang Siau (baca: Sitaro) takan mudah jatuh meski digoncang kerasnya kehidupan. Hiduplah rakyatku. Bangkitlah dan bersatu melawan kelaliman di negeri kita.

Senin, 08 Februari 2010

POLITIK DI SITARO


Cara berpolitik di Sitaro tergolong unik. Sejak dulu kala masyarakat telah mengenal dua partai besar yaitu PDI (kini menjadi PDI Perjuangan) dan Golkar (kini menjadi Partai Golongan Karya). Konstituen kedua parpol besar itu sangat fanatik. Dalam kampanye mereka saling menuding satu dengan yang lain. Selalu saja suhu politik menegangkan.

Bilamana massa berkumpul di lapangan, maka yang sering dilakukan adalah pertukaran baju politik. Salah satu pengurus atau pengikut dari partai lain menyatakan niat dan tekadnya hendak pindah pilihan politik melalui deklarasi dirinya secara terbuka. Demikian juga kalau massa sedang melakukan road show. Mobil-mobil yang biasa digunakan dipenuhi dengan massa bukan saja mereka yang memiliki hak pilih. Anak-anak kecil bahkan adakalanya yang masih bayi, sering kali dikutsertakan dalam kegiatan kampanye oleh orang tuanya.

Ruang untuk kampanye terbuka sangat kecil. Di pulau Siau hanya terdapat tiga tempat yang cukup memadai dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan kampanye terbuka. Tempat itu adalah lapangan sepak bola di Akesimbeka-Ulu, lapangan sepak bola - Batahi di Ondong dan lapangan yang ukurannya sedang di Sawang.

Jika sudah berbeda pilihan politik, umumnya nilai-nilai kekeluargaan yang hidup dalam masyarakat dan terpelihara secara turun temurun bisa hilang sekaligus. Gengsi politik masyarakat Siau lebih penting dari nilai-nilai itu. Saya kadang-kadang berpikir, mereka sudah menganggap bahwa parpol adalah agama.

Lebih unik lagi, hubungan konflik sebagai dampak dari perubahan perilaku politik itu berlangsung cukup lama. Setelah itu mereka melakukan akomodasi politik. Dimana? Ada beberapa lembaga sosial yang sering dijadikan sebagai wahana untuk mengakomodasikan berbagai pihak dalam perbedaan kepentingan dan pandangan politik. Lembaga tersebut adalah hajatan pernikahan atau kematian dari sanak keluarga. Di sinilah mereka bertemu dan saling memaafkan satu dengan yang lain. Dibandingkan dengan pertemuan rutin semacam pertemuan dalam gedung-gedung gereja, dalam organisasi kerohanian selain gereja dan organisasi massa lainnya tidak menjadi perekat yang kuat bagi kohesitas solidaritas sosial masyarakat Siau.